Rabu, 17 Desember 2008

PERMASALAHAN BMKT DI INDONESIA

ot07         Menjaga dan memelihara warisan budaya adalah hak seluruh bangsa Indonesia, sebagai negara kepulauanan, Indonesia menyimpan potensi kekayaan sumberdaya alam yang sangat berlimpah termasuk didalamnya Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT). BMKT yang keberadaannya di wilayah perairan Idonesia merupakan aset negara, akan tetapi seringkali kegiatan survey, pengangkatan, pengangkutan dan pemanfaatan BMKT dilakukan tanpa ijin sehingga mengakibatkan kerugian negara. (Buletin Kelautan P3K Volume III Nomor 05 - Desember 2005, Halaman : 3).

Di wilayah laut Indonesia, diperkirakan terdapat 463 titik potensial harta karun asal muatan kapal tenggelam. Berdasarkan asumsi kalangan internasional, setiap titik memiliki nilai jual minimal 10 juta dolar AS. Dengan begitu, potensi harta karun Indonesia bisa berkisar antara satu hingga 5.000.000.000 dolar Amerika Serikat (Rawis , 2004 : 91). Menurut Dahuri (2003 : 32) secara ekonomi nilai benda berharga yang berada di dasar laut sangat tinggi. Sebagai contoh barang-barang peninggalan Cina yang telah ditemukan dapat ditransaksikan untuk satu keping mencapai US$ 1000, padahal untuk satu kapal yang tenggelam dapat memuat puluhan ribu keping benda berharga. Sebagai contoh dalam pengangkatan kapal De Geldermansen yang tenggelam sekitar 235 tahun yang lalu di Tanjung Pinang Riau pada tahun 1986 ditemukan benda berharga sebanyak 150 ribu keping yang berasal dari Dinasti Ming. Apabila satu keping dihargai US$ 1000, maka akan diperoleh pendapatan sekitar US$ 150 juta.

Data dari DKP menyebutkan bahwa ada sekitar 700 sampai 800 titik harta karun yang potensial untuk diangkat, namun yang teridentifikasi baru 463 titik. Sampai sekarang lebih kurang 46 titik yang sudah diangkat atau sekitar 10 persen. Tapi yang terjual melalui proses pelelangan dengan baik belum ada. Baru untuk akhir tahun 2006 direncanakan kerjasama dengan Balai Lelang Christie’s untuk proses pelelangan hasil pengangkatan BMKT (Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam) di perairan Cirebon ( Berita di situs DKP, Maret 2006).

Dilatarbelakangi penemuan bangkai kapal De Geldermalsen oleh Michael hatcher pada tahun 1986 di perairan Riau dengan hasil penjualan senilai 17 juta dollar AS. Pemerintah segera mengeluarkan Keppres Nomor 43 Tahun 1989 tanggal 4 Agustus 1989 Tentang Panitia Nasional BMKT. Dengan tugas mengkoordinasikan antar Departemen dan instansi, memproses izin operasi perusahaan, serta menyelenggarakan pengawasan BMKT (Tjahjono,dkk , 2006).

Namun pengangkatan harta karun sebelum tahun 2000 tak banyak memberi hasil kepada negara. Prosesnya tertutup dan pengawasannya samar (Pamuji, dkk, 2006). Menindaklanjuti upaya-upaya yang telah dilakukan dan mengantisipasi adanya pengangkatan secara ilegal, maka dikeluarkan Keppres Nomor 107 Tahun 2000 Tentang Panitia Nasional BMKT (Dahuri, 2003 : 32).

Penemuan kapal berisi harta karun di perairan utara Cirebon kemungkinan akan mengubah sejarah masuknya Islam ke Indonesia yang semula tertulis sekitar tahun 1.100-an menjadi lebih awal, yakni tahun 904 masehi (Situs Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Tanggal 27 April 2006).

Temuan harta karun di perairan utara Cirebon bernilai sejarah tak ternilai, menyisakan persoalan hingga penahanan oleh Polisi. Sehingga kesempatan pembuktiannya terancam hilang, menyusul penyitaan sampel kayu bahan perahu dan artefak-artefak didalamnya. Yaitu berupa artefak dihiasi ukiran dan tulisan yang bercirikan Muslim. Namun peluang untuk pembuktian tersebut terancam gagal menyusul penyitaan tanpa diikuti perawatan khusus mencegah kerusakan artefak (Berita Kompas Tanggal 28 April 2006 : 13).

Perburuan harta karun di perairan Cirebon menurut polisi diduga telah merugikan negara. Karena benda-benda kuno tersebut diduga tidak masuk ke kas negara dan tidak ada kejelasan penjualannya. Selama ini menurut pihak kepolisian tidak pernah dikoordinasikan dengan pihak kepolisian (Situs Harian Pikiran Rakyat, Hari Rabu Tanggal 23 Maret 2005).

Akhir Januari 2006 polisi menyita kapal MV. Siren sewaan PT. Paradigma Putera Sejahtera (Perusahaan yang memperoleh izin pengangkatan BMKT di perairan utara Cirebon) yang sedang lego di Perairan Marunda. Polisi menyebutkan pengangkatan BMKT tersebut melawan Undang-undang tentang Cagar Budaya dan Bersejarah. Undang-undang Nomor 5 / 1992 itu menyebutkan, yang berhak memberi izin pengangkatan benda bersejarah adalah Menteri Kebudayaan dan bukan Menteri Kelautan. Perizinan para tersangka dalam pengangkatan BMKT dinilai ilegal (Pamuji, dkk, 2006).

Tuduhan tersebut ditolak Aji Sularso, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi DKP. Menurut dia, dasar hukum yang dipakai ialah Keputusan Presiden ( Keppres ) Nomor 107 Tahun 2000 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam. Dalam Keppres tersebut dinyatakan Menteri Kelautan menjadi ketua panitia (Pamuji, dkk, 2006).

Perbedaan pendapat ini berdampak kepada turunnya nilai ekonomis barang yang akan dilelang. Karena jika sudah terkena kasus pencurian atau permasalahan hukum BMKT akan anjlok harganya di pasaran ( Situs DKP Bulan Maret 2006).

Sultan Kanoman XII Sultan Raja Muhammad Emiruddin memprotes Departemen Kelautan dan Perikanan dan PT Paradigma Putra Sejahtera yang mengambil harta karun di 60 mil dari pantai utara Cirebon. Karena menurut Sultan wilayah tersebut masih merupakan bagian dari perairan Kabupaten Cirebon, sehingga pemerintah daerah Cirebon harus dilibatkan (Situs Tempo, Hari Kamis Tanggal 25 November 2004).

PT. Paradigma Putera Sejahtera mengantongi izin pengangkatan yang ditandatangani Menteri kelautan dan perikanan (waktu itu dijabat Rokhmin Dahuri) pada tanggal 19 Februari 2004. Namun beberapa bulan kemudian muncul isu bahwa proses perizinan survei dan pengangkatan oleh PT. Paradigma Putera Sejahtera dilakukan secara curang. Kemudian PT. Paradigma Putera Sejahtera juga diduga telah mempekerjakan tenaga asing tanpa dokumen yang sah (Gatra, Nomor 28 Tahun XI tanggal 28 Mei 2005 : 48-49).

Menindaklanjuti Keppres Nomor 107 Tahun 2000, DKP mengeluarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 03 tahun 2000 tanggal 11 September 2000 tentang rincian susunan panitia nasional pengangkatan dan pemanfaatan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam. Serta keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan selaku ketua panitia nasional pengangkatan dan pemanfaatan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam nomor 39 tahun 2000 tentang ketentuan teknis perizinan survei dan perizinan pengangkatan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam ( Situs DKP bulan Maret 2006).

Pasca berlakunya Keppres Nomor 107 Tahun 2000 ditemukan ada beberapa perusahaan yang mengundurkan diri setelah melakukan survey dan melaksanakan prosedur perizinan sesuai KepMen KP Nomor 39 tahun 2000. Hal ini dikarenakan terlalu lamanya menunggu perizinan dikeluarkan (Laporan Kegiatan Pannas BMKT Tanggal 19 Juni 2002).

Karena potensi ekonomi dan budaya BMKT yang sangat tinggi disatu sisi dan masih adanya beberapa permasalahan dalam pengelolaan BMKT disisi lain, sehingga perlu adanya suatu studi mendalam tentang permasalahan kebijakan pengangkatan dan pemanfaatan BMKT di perairan Indonesia pasca diberlakukannya Keppres Nomor 107 Tahun 2000 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam.

kc14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar