Rabu, 17 Desember 2008

HARTA KARUN DI LAUT INDONESIA

                                                          td04     Jumlah kapal yang hilang dan tengelam di perairan nusantara jumlahnya sangat banyak sehingga sulit untuk dihitung. Sebagai gambaran mengenai besarnya jumlah kapal yang tenggelam dan besarnya nilai atau harga yang terkandung didalam perairan kita, dapat diprediksikan dari hal-hal sebagai berikut (Inovasi online Vol.6/XVIII/Maret 2006) :

a. Kapal layar China telah mengarungi perairan Asia selama berabad-abad dan selama bertahun-tahun. Dari sekian banyak kapal tersebut telah banyak kapal-kapal yang membawa muatan yang tidak ternilai harganya itu tenggelam di perairan nusantara.

b. Pelayaran dari Portugal ke Atlantik selatan, melalui samudera Hindia dan ke Asia Tenggara perjalanannya membutuhkan waktu yang lama dan berbahaya. Sejak tahun 1650, sekitar 800 kapal Portugis berlayar dari Lisbon dimana hampir 150 kapal tidak pernah terdengar lagi. Kemungkinan hilang tanpa jejak.

c. Antara tahun 1600 dan 1800, English East India Company (EIC) telah kehilangan lebih dari 7.000 kapal dan kebanyakan tenggelam kedasar laut dimana terbawa bersamanya harta kekayaan. Sementara pada tahun 1808 dan 1809, EIC kehilangan 10 kapal yang berlayar pulang dan bersamanya hilang juga satu juta Sterling lebih.

d. VOC Belanda juga telah kehilangan 105 kapal yang berlayar antara tahun 1602 dan 1794; kapal-kapal yang berlayar pulang 141 kapal antara tahun 1602 dan 1795. Periode yang buruk adalah antara tahun 1925-1749 ketika VOC kehilangan 44 kapalnya yang berlayar pulang.

Dari sedemikian besarnya potensi benda berharga asal muatan kapal tenggelam, baru sebagian kecil yang sudah terdata oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Data dari Menteri Kelautan dan Perikanan menyebutkan bahwa ada sekitar 700 sampai 800 titik harta karun yang potensial untuk diangkat, namun yang teridenfikasi baru 463 titik. Sampai sekarang lebih kurang 46 titik yang sudah diangkat atau sekitar 10 persen. Tapi yang tejual melalui proses pelelangan dengan baik belum ada (Situs DKP, Maret 2006).

Dahuri (2003 : 32) merinci bahwa dari jumlah 463 titik tersebut, terbagi atas: 36 titik potensial di Selat Malaka, tujuh titik di Selat Bangka, 17 titik di perairan Riau, lima titik di Selat Gaspar, sembilan titik di Belitung, 11 titik di perairan Enggano dan 18 ttik di Selat Sunda. Potensi lainnya di pelabuhan Ratu sebanyak 134 titik, perairan Cilacap 51 titik, Laut Jawa sembilan titik, Karimun Jawa 14 titik, Selat Madura lima titik, Selat Karimata tiga titik, NTT dan NTB delapan titik, laut Arafuru 57 titik dan perairan Papua 31 titik. Selain itu, ada pula di perairan Morotai – Teluk Kau tujuh titik, perairan Halmahera Tidore dan Bacan 16 titik, perairan Teluk Tomini tiga titik, Selat Makassar delapan titik, dan Pulau Buton – Wakatobi lima titik.

Sejak dulu sudah banyak kapal yang membawa muatan berharga seperti emas, perak, berlian, zamrud, batu berharga, porselin dan keramik dari Cina dan Jepang. Sebagian besar barang-barang tersebut pernah ditemukan pada kapal karam di perairan Nusantara. Nilai barang yang berharga tersebut tidak terhitung. Berikut sebagian contoh, berdasarkan kajian historis dan rute perdagangan nusantara antara tahun 1511 hingga akhir 1800-an di perairan Laut Jawa tercatat berbagai musibah sehingga mengakibatkan kapal tenggelam.

Sejarah kapal tenggelam di perairan Indonesia periode 1601-1875.

1601

Pada tanggal 26 Desember, terjadi perang laut antara Armada Belanda dan Portugis di lepas pantai Bantam (Jawa Barat). Armada Belanda terdiri dari empat kapal layar dan satu kapal perang, yaitu GUEDERLAND (520 ton), SEALAND (400 ton), UTRECHT (240 ton), WATCHER (120 ton), dan DOVE (50 ton).

Armada Portugis terdiri dari 8 kapal layar dan 22 kapal perang (nama tidak diketahui). Perang ini berlangsung selama enam atau tujuh hari. Dua kapal layar dan tiga kapal perang Portugis mengalami kerusakan berat sehingga awak kapal mencoba mengelabui lawan dengan cara membakar kapal tersebut, tetapi armada Belanda dapat menghindarinya. Tidak satupun kapal Belanda yang hilang dalam pertempuran ini.

1601

Kapal PIE dibawah komando Pereira De Sande, dalam perjalanan dari Malaka menuju Ambon, hilang di bebatuan Peressada di timur laut Jawa. Kapal tersebut diperkirakan membawa emas dan perak.

1611

TRADES INCREASE, kapal EIC seberat 1293 ton sedang berada di pelabuhan Banten melapisi kapal dan belum satu bagian selesai dilapisi, kapal jatuh pada satu sisinya dan rusak total. Peristiwa ini menyebabkan banyak awak kapal dan pekerja Jawa yang tewas. Berikutnya kapal terbakar sehingga tenggelam oleh orang-orang Jawa yang marah.

1613

TRADES INCREASE, kapal EIC seberat 1100 ton di bawah komando Sir Henry Middleton berlayar dari Eropa ke bagian timur pada tanggal 1 April 1610. Kapal menabrak sebuah batu ketika memasuki banten sehingga mengalami kebocoran. Ketika diperbaiki kapal miring dan terbakar sehingga akhirnya dihancurkan oleh orang orang jawa.

1617

HECTOR, kapal EIC dengan Kapten William Edwarddes, hilang pada bulan juni di lepas pantai jawa.

1618

BLACK LION, English East Idiaman (berat kapal tidak diketahui), ketika berlabuh di Batavia pada tanggal 25 Desember, terbakar secara tidak sengaja akibat kecerobohan awak kapal.

1623

REFUGE, kapal EIC hilang dilepas pantai Semarang dalam perjalanan dari Inggris menuju Asia.

1627

BANTAM, kapal VOC seberat 800 ton, terbakar pada tanggal 24 Maret di tembok pangkalan pelabuhan Batavia. Muatan kapal langsung diselamatkan tak lama kemudian.

1632

NIJMEGEN, Dutch East Idiaman, hilang dekat Batavia dalam perjalanan pulang pada bulan Agustus. Diperkirakan kapal membawa muatan porselen asia.

1633

BREEDAM, kapal VOC seberat 200 ton dengan Kapten Michial Vis, tiba di Batavia tanggal 24 Mei 1633. kapal tersebut karam di dekat Pulau Duizend (Kep. Seribu, Batavia).

1633

DELFSHAVEN, kapal Dutch East Idiaman seberat 400 ton, Kapten tidak diketahui, tiba di Batavia pada tanggal 9 September 1632. satu tahun kemudian yaitu pada 12 November 1633 kapal tersebut meledak di Batavia akibat kelalaian.

1653

ZEEMEEUM, kapal Dutch East Indiaman seberat 100 ton dengan Kapten Alexander Hendricksz, hilang di bagian timur Batavia.

1657

LILLO, kapal Dutch East Indiaman seberat 240 ton dengan Kapten Jean Laphart, menuju Batavia (via Pernambuco, Sulawesi) dan karam di pintu masuk pelabuhan Batavia.

1658

WINDHOND, kapal VOC seberat 360 ton, hilang di Pulau Boompjes (timur laut Batavia, Jawa) ketika dalam pelayaran lokal.

1663

GRIFFIOEN, kapal Dutch East Indiaman seberat 560 ton, Kapten tidak diketahui, tiba di Hindia (Batavia) pada tanggal 28 Oktober 1647 dan digunakan di ONRUST (diluar Batavia). Kapal tersebut tenggelam pada 16 November.

1670

NIEUWENDAM, Dutch East Indiaman seberat 210 ton, kapten kapal tidak diketahui, tiba di Batavia pada 18 Juni 1663. kapal tersebut karam di perairan antara Bima dan Makassar di malam hari tanggal 1 Oktober 1670.

1670

STOMPNEUS, kapal VOC dengan Kapten Anthony Von Doorn, tenggelam di Jepara oleh kapal EIC, ZANTE.

1684

HUIS TE KLEEF, Dutch East Indiaman seberat 564 ton dengan Kapten Gerrit Albertsz Schellinger, menuju Palembang kapal tersebut karam karena menabrak gugusan karang dekat kepulauan Seribu pada tanggal 1 September.

1684

BODE, kapal Dutch East Indiaman seberat 96 ton dengan Kapten Adriaan Roelofsz Van Asperen, tiba di Batavia pada tanggal 18 November 1674. pada tanggal 13 September,kapal tersebut karam di dekat kepulauan Seribu.

1686

KROONVOGEL, kapal Dutch East Indiaman seberat 108 ton dengan Kapten Lucas Genzenwinner, tiba di Batavia pada tanggal 4 Juli 1676. Pada tanggal 11 Februari 1686, kapal mendarat dan karam di Pulau Alkmaar dekat Batavia.

1690

NIJPE, kapal Dutch East Indiaman seberat 488 ton dengan Kapten Jan Modderman tiba di Batavia pada tanggal 12 Mei 1674. pada akhirnya kapal diledakkan di pelabuhan Batavia.

1697

BRONSTEDE, Dutch East Indiaman seberat 253 ton dengan Kapten Jakob Barendsz Sonbeek tiba di Batavia pada tanggal 10 Oktober 1686. sebelas tahun kemudian tanggal 11 Agustus, kapal karam di rute perjalanan ke Semarang akibat kebocoran.

1698

HONSELAARSDIJK, Dutch East Indiaman seberat 722 ton dengan Kapten Cornelis Ole tiba di Batavia pada 28 Februari 1700. Pada malam 21 November kapal tersebut tenggelam di rute perjalanan dari Batavia.

1702

SCHELLAG, kapal VOC seberat 290 ton dengan Kapten Jakob De La Palma tiba di Batavia pada tanggal 10 September 1700. Pada malam tanggal 21 November kapal tersebut tenggelam di rute perjalanan dari Batavia.

1719

OEGSTGEEST, kapal VOC seberat 576 ton dengan Kapten Pieter Jansz Bruin hilang di Gresik.

1728

OUWRKERK, kapal Dutch East Indiaman seberat 658 ton dengan Kapten Jan De Vos karam dekat Jepara.

1740

VLAKENISSE, kapal Dutch East Indiaman seberat 1.150 ton dengan Kapten Elias Moenix tiba di Batavia pada tanggal 12 Januari 1734. enam tahun kemudian kapal karam di Banten pada bulan September.

1744

KASTEEL VAN WOERDEN, kapal Dutch East Indiaman seberat 850 ton yang hilang setelah menabrak sebuah batu yang berada 14 Kilometer (9 mil) dari Pamanukan.

1746

HOFWEGEN, kapal Dutch East Indiaman seberat 650 ton dengan Kapten Jan De Wit tiba di Batavia pada tanggal 7 Oktober 1742. empat tahun kemudian pada tanggal 1 September, kapal meledak di rute perjalanan dari Batavia.

1765

PIJLSWAART, kapal Dutch East Indiaman seberat 880 ton hilang di rute perjalanan dari Batavia pada tanggal 24 Februari ketika berlayar pulang ke Belanda.

1784

EUROPA, kapal VOC seberat 1.200 ton, menabrak Rock of Idramayu dan tenggelam. Kapal tersebut sedang dalam ekskursi perdagangan inter-Asian.

1789

JONGE FRANK, kapal Dutch East Indiaman seberat 592 ton dengan Kapten Jcob Veer, karam pada bulan Agustus 1788 ketika berada di Tanjung Good Hope sedang memuatkan sebagian barang dari kapal pengangkut barang MARIA untuk pelayaran pulang. Kapal JONGE FRANK kemudian bergerak ke Batavia dan tiba disana pada tanggal 24 Desember 1789. Kapal ini tenggelam ketika berlayar di rute perjalanan dari Batavia, dan muatan dari kapal MARIA dinilai 254.877 florin.

1794

INDUS, kapal Dutch East Indiaman seberat 1.150 ton dengan Kapten Matthjis Laurens Koster, tiba di Batavia pada tanggal 20 Mei 1791. tiga tahun kemudian kapal tersebut terbakar hangus di rute perjalanan dari Batavia.

1795 Atau 1796

HERTOG VAN BRUNSWIJK, kapal Dutch East Indiaman seberat 1.150 ton dengan Kapten Jan Olhof, tiba di Batavia pada tanggal 9 Juli 1794. pada tahun 1795 atau 1796, kapal ini karam di luar wilayah Batavia.

1796

DRAAK, kapal VOC seberat 1.150 ton dengan Kapten Anthonie Van Rijn, pertama kali tiba di Batavia pada tanggal 13 Juli 1793. Tiga tahun kemudian ketika posisi lego jangkar di rute perjalanan dari Batavia, kapal disambar kilat dan terbakar musnah.

1817

WENA, kapal Belanda yang karam dekat Batavia ketika berlayar dari Rooterdam ke Batavia. Sebagian muatannya diselamatkan pada saat itu.

1854

ZINGARI, kapal layar Amerika yang berlayar dari Batavia ke Singapura, hilang di Brouwers Shoal pada bulan Juni. Kapten, awak dan penumpang kapal dapat diselamatkan.

1856

ROBERTUS HENDRIKUS, kapal Belanda yang berada di rute jalan Batavia ditemukan terbakar di pagi hari pada tanggal 10 Juni tahun itu. Semua usaha untuk mengendalikan api telah dilakukan tetapi sia-sia. Pada siang hari api telah menjalar sehingga akhirnya kapal tenggelam dan hanya haluannya yang terlihat di permukaan air. Kapal ini sedang berlayar ke Semarang membawa 80.000 Sterling dalam bentuk kepingan uang logam milik pemerintah, 1.000 pical timah, 1.500 pical kopi dan sejumlah batubara dan karung goni. Tidak diketahui apakah muatan yang hilang tersebut dapat diselamatkan.

1856

CHINA, kapal dagang Inggris dengan Kapten Ayers, sedang dalam pelayaran dari Manila ke London ketika menabrak karang dekat Kepulauan Seribu pada malam tanggal 29 Juni. Kapal berhasil keluar tetapi langsung tenggelam. Kapten dan awak kapal berjumlah 27 orang terpaksa menaiki perahu dan keesokan harinya mereka dibawa oleh kapal pengangkut barang Amerika, CYHNTIA yang dibawah komando Kaptern Barblet. Mereka selamat tiba di Batavia pada tanggal 1 Juli. Kapal CHINA itu membawa muatan berupa gula.

1857

LIEUTENANT ADMIRAL STEELINGWERF, kapal layer Belanda yang hilang di 7º 1’ LS dan 110º 27’ BT (Jawa Tengah) ketika berlayar dari Semarang ke Singapura. Dikabarkan bahwa kapal membawa mata uang logam senilai US$ 20.000 $ 30.000.

1858

DERKINA TITIA, kapal Belanbda dengan KApten Evink yang berlayar dari Macau ke Jawa, hilang di Pulau Arend pada tanggal 17 September. Awak kapalnya berhasil tiba di Surabaya dengan selamat.

1861

AGHATA MARIA, kapal Belanda yang hilang pada tanggal 17 Juni pada karang dekat Cilacap yaitu posisi 7º 41’ LS dan 109º 5’ BT. Kapal sedang berlayar dari Cilacap ke Amsterdam. Usaha penyelamatan dilakukan pada saat itu tetapi hasilnya tidak diketahui.

1862

PIONEER, kapal Amerika yang berlayar dari Manila ke Liverpool hilang di Kepulauan Karimun Jawa pada tanggal 27 Desember. Awak kapalnya dibawa kembali ke Semarang.

1862 Atau Awal 1863

SPEED, kapal layar orang Thailand dibawah bendera Inggris berlayar dari Batavia, menabrak pulau Karimun Jawa dan tenggelam. Awak kapalnya dibawa kembali ke Semarang

1875

NEVA, kapal French Messageries Maritime yang hilang pada tanggal 7 Agustus, 13 Kilometer (8 mil) dari Batavia. Kapal tersebut sedang berlayar dari Singapura ke Batavia.

Sumber: Inovasi online Vol.6/XVIII/Maret 2006

Jumlah BMKT Menurut Beberapa Sumber

1.Sejarah Maritim Indonesia

Ribuan kapal

2.BRKP, LIPI, Dishidros TNI AL dan Litbang Oceanologi

463 kapal

3.Arsip Organisasi Arkeologi di Belanda

245 kapal VOC

4.Tony Wells, Shipwreck dan Sunken Treasure

186 kapal VOC

5.Arsip Spanyol, Korea, Jepang, Cina, dan Eropa lainnya.

Sumber: dkp.go.id

Lokasi Penyebaran BMKT di wilayah Indonesia

Selat Bangka 7

Belitung 9

Selat Gaspar, Sumatera Selatan 5

Selat Karimata 3

Perairan Riau 17

Selat Malaka 37

Kepulauan Seribu 18

Perairan Jawa Tengah 9

Karimun Jawa, Jepara 14

Selat Madura 5

NTB/NTT 8

Pelabuhan Ratu 134

Selat Makassar 8

Perairan Cilacap, Jawa Tengah 51

Perairan Arafuru, Maluku 57

Perairan Ambon Buru 13

Perairan Halmahera Tidore 16

Perairan Morotasi 7

Teluk Tomini, Sulawesi Utara 3

Irian Jaya 31

Kepulauan Enggano 11

Sumber : Buletin Kelautan P3K Volume III Nomor05 Desember 2005

Nilai ekonomis dari BMKT ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut (Situs DKP, bulan Maret 2006) :

1) Historis dan Ilmu pengetahuan (budaya), Masa pembuatan atau abad kejayaan suatu karya cipta seni budaya (Dinasti song, Tang, Ching, Ming, dll).

2) Ciri Khas (keunikan), sifat kegunaan dan pembuatan yang memperlihatkan kualitas BMKT (produk masal atau produk khusus pesanan bangsawan atau kerajaan).

3) Legalitas, Sertifikasi asal usul dan keaslian BMKT.

4) Balai Lelang Internasional, kepercayaan masyarakat dan demamd BMKT di dunia.

Tiga aliran pemanfaatan BMKT menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, ada tiga aliran negara yang menyikapi keberadaan kapal tenggelam, termasuk muatan benda berharganya. Pertama, aliran Negara yang memanfaatkan BMKT sebagai sumber ekonomi. Kedua, aliran Negara yang mendukung sepenuhnya BMKT sebagai salah satu subyek, sekaligus obyek yang dilestarikan dan dianjurkan hanya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu pengentahuan (terutama arkeologi dan sejarah) dan atau sebagai obyek wisata bawah air. Ketiga, aliran Negara (termasuk Indonesia), yang mengambil jalan tengah, yaitu memanfaatkan BMKT sebagai sumber devisa Negara, tanpa mengabaikan kepentingan BMKT sebagai subyek dan obyek ilmu pengetahuan dan sejarah/arkeologi kelautan Indonesia (Situs DKP, bulan Maret 2006).

Mengingat potensi budayanya yang demikian besar, maka pemerintah memutuskan untuk mengelola BMKT sebagai asset Negara. Dari pemikiran inilah lahir Keppres No. 107 Tahun 2000 tentang PANNAS BMKT. Panitia nasional ini diketuai oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, dimana sebelumnya di koordinasikan oleh Menko Polkam melalui Keppres No. 43 Tahun 1989.

Data mengenai jumlah BMKT yang ada di dalam dan luar negeri berdasarkan catatan panitia nasional jumlahnya mencapai kurang lebih 110.000 potong tersebar di beberapa gudang. Di New Zealand + 50.000, Pulau Batan + 32.000, Pondok Dayung Jakarta + 32.000, Pondok Cabe Jakarta + 9.000, Cipete Jakarta + 12.000, dan Tanjung Pandan Belitung + 29.000 (Situs DKP, Bulan Maret 2006).

Secara umum kondisi BMKT terbagi menjadi dua kategori, yaitu benda yang mudah lapuk atau rusak serta benda yang tidak mudah lapuk atau mudah rusak. Termasuk kategori kedua ialah : emas, perak, berlian, batu mulia, keramik, porselen, mata uang koin serta benda berbahan non organik lainnya. Benda – benda inilah yang umumnya memiliki nilai ekonomi yang sulit diukur. Banyak variable yang mempengaruhi nilai ekonominya. Antara lain nilai diluar fisik bendanya (nilai arkeologinya) seperti ruang, waktu serta bentuknya. Belum lagi nilai kelangkaannya serta cara mendapatkannya.

PENGERTIAN-PENGERTIAN

a. Benda Cagar Alam, menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya, yang termasuk dalam pengertian Benda Cagar Budaya adalah benda berharga di laut yang berasal dari kapal yang tenggelam setelah 50 tahun.

b. Benda Berharga, Sesuai Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2000 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT, benda Berharga adalah benda yang mempunyai nilai sejarah, budaya, ekonomi, dan lainnya.

c. Kapal Yang Tenggelam, adalah kapal Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC), Belanda, Portugis, Spanyol, Inggris, Jepang, Cina dan kapal lain yang tenggelam di perairan Indonesia, ZEE Indonesia dan Landas Kontinen Indonesia sekurang-kurangnya selama 50 (lima puluh) tahun (Keppres Nomor 107 Tahun 2000).

d. BMKT, adalah benda-benda berharga yang berasal dari semua kapal yang tenggelam di wilayah perairan territorial Indonesia, ZEE, dan Landas Kontinen Indonesia yang mempunyai umur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, mempunyai nilai sejarah ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan nilai ekonomi yang tinggi (Keppres 107 Tahun 2000, Pasal 1 ayat 1 dan 2).

clip_image002

MENGENAL PANITIA NASIONAL BMKT

PIC_0035 Upaya pemanfaatan benda berharga perlu mendapat pengawasan yang serius, selain karena potensi ekonominya, juga agar upaya pemanfaatannya tidak cenderung memberi dampak negatif terhadap pemusnahan data sejarah budaya/arkeologi yang ada di laut. Pemanfaatan BMKT sangat mungkin digunakan untuk memberikan sumbangan bagi devisa Negara (PNPB) dan memperkaya khasanah arkeologi dan sejarah kelautan. Target itu mungkin sulit tercapai jika pemanfaatan benda berharga asal bawah laut tidak mentaati ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau bahkan dilakukan secara ilegal.

Peraturan perundangan yang selama ini menjadi dasar hukum pelaksanaan pengangkatan dan pemanfaatan BMKT adalah, sebagai berikut (Situs DKP, bulan Maret 2006):

1. UU Nomor 17 tahun 1985 tentang UNCLOS 1982.

2. UU Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Alam

3. UU Nomor 21 tahun 1992 tentang Pelayaran.

4. UU Nomor 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia

5. UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

6. Keppres Nomor 25 Tahun 1992 tentang Pembagian Hasil Pemanfaatan BMKT.

7. Keppres Nomor 107 Tahun 2000 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT.

8. KepMen-KP selaku Ketua Panitia Nasional BMKT Nomor 03 tahun 2000 tanggal 11 September 2000 tentang rincian susunan panitia nasional pengangkatan dan pemanfaatan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam.

9. KepMen-KP selaku Ketua Panitia Nasional BMKT Nomor 39 Tahun 2000 tentang Ketentuan Teknis Perizinan Survei dan Pengangkatan BMKT.

Ada 5 (lima) tugas pokok panitia nasional sebagaimana ditentukan Pasal 3 Keppres Nomor 107 Tahun 2000 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan BMKT. Pertama, mengkoordinasikan kegiatan departemen dan instansi lain yang terkait dengan pengangkatan, pengangkutan serta pemanfaatan. Kedua, menyiapkan peraturan perundangan di bidang pengangkatan dan pemanfaatan. Ketiga, meyiapkan pembentukan Badan Pengelola pengangkatan dan pemanfaatan. Keempat, memberikan rekomendasi terhadap izin pengangkatan dan pemanfaatan kepada pejabat berwenang sesuai peraturan yang berwenang. Kelima, menyelenggarakan pemantauan, pengawasan dan pengendalian atas proses pengangktan, pengangkutan dan pemanfaatan (Keppres Nomor 107 Tahun 2000).

Di DKP sendiri ada Keppres No. 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan dan Fungsi Departemen Kelautan dan Perikanan. Keputusan Presiden inilah yang menjadi payung kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan BMKT, khususnya yang berkaitan dengan tugas kepengawasan.

Berbicara mengenai pengawasan BMKT, tentunya tidak bisa lepas dari dasar hukum yang memayunginya. Selain Keppres No. 107 Tahun 2000 dan Keppres No. 102 Tahun 2001, masih ada Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Dasar hukum inilah yang dipakai DKP untuk melaksanakan pengawasan pengangkatan BMKT.

Sesuai isi Pasal 5 Keppres No. 107 Tahun 2000, Susunan Panitia Nasional BMKT adalah sebagai berikut:

Ketua : Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan

Waket I : Menteri Pendidikan Nasional

Waket II : Kasal

1. Sekretaris I merangkap Anggota sekaligus sebagai pelaksana harian: Direktur Jenderal Penyerasian Riset dan Eksplorasi Laut, Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan.

2. Sekretaris merangkap Anggota: Direktur Jenderal kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional.

3. Anggota:

a. Sekjen Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan.

b. Direktur Jenderal dari Departemen Pertahanan.

c. Direktur Jenderal dari Depdagri.

d. Direktur Jenderal dari Departemen Luar Negeri.

e. Dirjen dari Dep. Hukum dan Perundang-undangan.

f. Direktur Jenderal dari Departemen Keuangan.

g. Direktur Jenderal dari Dep. Perhubungan.

h. Direktur Jenderal dari Deperindag.

i. ASOPS Kasal.

j. Staf Ahli Menteri Bidang Hukum, DKP.

k. Ka. Biro Peraturan Perundang-undangan 1, Sekab.

Pasal 2 Keppres No. 107 Tahun 2000 menyebutkan bahwa “Panitia Nasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden”. Dalam Pasal 7, masalah pembiayaan Pannas BMKT disebutkan sebagai berikut: “Pembiayaan yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan Panitia Nasional dibebankan kepada anggaran Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Sedangkan dalam Pasal 8 Keppres No. 107 Tahun 2000 disebutkan bahwa: “Menteri Eksplorasi Laut dan Perikanan membentuk Tim Teknis dan menyusun ketentuan teknis sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari Keputusan Presiden ini’’.

Menurut KepMen-KP selaku Ketua Panitia Nasional BMKT Nomor 39 Tahun 2000 tentang Ketentuan Teknis Perizinan Survei dan Pengangkatan BMKT, pada pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa dalam perizinan survei dan perizinan pengangkatan benda berharga, Panitia Nasional BMKT mempunyai tugas, sebagai berikut:

a. Di bidang perizinan survei benda berharga :

1) Menilai permohonan izin survei yang diajukan oleh perusahaan

2) Memberikan rekomendasi mengenai izin survei kepada pejabat yang berwenang

3) Menyelenggarakan pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah dan Perusahaan pelaksana kegiatan survei

4) Menyelenggarakan koordinasi antar instansi teknis

b. Di bidang perizinan pengangkatan benda berharga :

1) Menilai permohonan izin pengangkatan benda berharga yang diajukan oleh perusahaan.

2) Memberikan rekomendasi mengenai izin pengangkatan benda berharga kepada pejabat yang berwenang

3) Menyelenggarakan pembinaan dan pengawasan terhadap Pemerintah Daerah dan Perusahaan pelaksana kegiatan pengangkatan benda berharga;

4) Menilai benda hasil pengangkatan dan menentukan pemanfaatan atas benda-benda tersebut;

5) Menyelenggarakan koordinasi antar instansi teknisPIC_0037

PERMASALAHAN BMKT DI INDONESIA

ot07         Menjaga dan memelihara warisan budaya adalah hak seluruh bangsa Indonesia, sebagai negara kepulauanan, Indonesia menyimpan potensi kekayaan sumberdaya alam yang sangat berlimpah termasuk didalamnya Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT). BMKT yang keberadaannya di wilayah perairan Idonesia merupakan aset negara, akan tetapi seringkali kegiatan survey, pengangkatan, pengangkutan dan pemanfaatan BMKT dilakukan tanpa ijin sehingga mengakibatkan kerugian negara. (Buletin Kelautan P3K Volume III Nomor 05 - Desember 2005, Halaman : 3).

Di wilayah laut Indonesia, diperkirakan terdapat 463 titik potensial harta karun asal muatan kapal tenggelam. Berdasarkan asumsi kalangan internasional, setiap titik memiliki nilai jual minimal 10 juta dolar AS. Dengan begitu, potensi harta karun Indonesia bisa berkisar antara satu hingga 5.000.000.000 dolar Amerika Serikat (Rawis , 2004 : 91). Menurut Dahuri (2003 : 32) secara ekonomi nilai benda berharga yang berada di dasar laut sangat tinggi. Sebagai contoh barang-barang peninggalan Cina yang telah ditemukan dapat ditransaksikan untuk satu keping mencapai US$ 1000, padahal untuk satu kapal yang tenggelam dapat memuat puluhan ribu keping benda berharga. Sebagai contoh dalam pengangkatan kapal De Geldermansen yang tenggelam sekitar 235 tahun yang lalu di Tanjung Pinang Riau pada tahun 1986 ditemukan benda berharga sebanyak 150 ribu keping yang berasal dari Dinasti Ming. Apabila satu keping dihargai US$ 1000, maka akan diperoleh pendapatan sekitar US$ 150 juta.

Data dari DKP menyebutkan bahwa ada sekitar 700 sampai 800 titik harta karun yang potensial untuk diangkat, namun yang teridentifikasi baru 463 titik. Sampai sekarang lebih kurang 46 titik yang sudah diangkat atau sekitar 10 persen. Tapi yang terjual melalui proses pelelangan dengan baik belum ada. Baru untuk akhir tahun 2006 direncanakan kerjasama dengan Balai Lelang Christie’s untuk proses pelelangan hasil pengangkatan BMKT (Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam) di perairan Cirebon ( Berita di situs DKP, Maret 2006).

Dilatarbelakangi penemuan bangkai kapal De Geldermalsen oleh Michael hatcher pada tahun 1986 di perairan Riau dengan hasil penjualan senilai 17 juta dollar AS. Pemerintah segera mengeluarkan Keppres Nomor 43 Tahun 1989 tanggal 4 Agustus 1989 Tentang Panitia Nasional BMKT. Dengan tugas mengkoordinasikan antar Departemen dan instansi, memproses izin operasi perusahaan, serta menyelenggarakan pengawasan BMKT (Tjahjono,dkk , 2006).

Namun pengangkatan harta karun sebelum tahun 2000 tak banyak memberi hasil kepada negara. Prosesnya tertutup dan pengawasannya samar (Pamuji, dkk, 2006). Menindaklanjuti upaya-upaya yang telah dilakukan dan mengantisipasi adanya pengangkatan secara ilegal, maka dikeluarkan Keppres Nomor 107 Tahun 2000 Tentang Panitia Nasional BMKT (Dahuri, 2003 : 32).

Penemuan kapal berisi harta karun di perairan utara Cirebon kemungkinan akan mengubah sejarah masuknya Islam ke Indonesia yang semula tertulis sekitar tahun 1.100-an menjadi lebih awal, yakni tahun 904 masehi (Situs Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Tanggal 27 April 2006).

Temuan harta karun di perairan utara Cirebon bernilai sejarah tak ternilai, menyisakan persoalan hingga penahanan oleh Polisi. Sehingga kesempatan pembuktiannya terancam hilang, menyusul penyitaan sampel kayu bahan perahu dan artefak-artefak didalamnya. Yaitu berupa artefak dihiasi ukiran dan tulisan yang bercirikan Muslim. Namun peluang untuk pembuktian tersebut terancam gagal menyusul penyitaan tanpa diikuti perawatan khusus mencegah kerusakan artefak (Berita Kompas Tanggal 28 April 2006 : 13).

Perburuan harta karun di perairan Cirebon menurut polisi diduga telah merugikan negara. Karena benda-benda kuno tersebut diduga tidak masuk ke kas negara dan tidak ada kejelasan penjualannya. Selama ini menurut pihak kepolisian tidak pernah dikoordinasikan dengan pihak kepolisian (Situs Harian Pikiran Rakyat, Hari Rabu Tanggal 23 Maret 2005).

Akhir Januari 2006 polisi menyita kapal MV. Siren sewaan PT. Paradigma Putera Sejahtera (Perusahaan yang memperoleh izin pengangkatan BMKT di perairan utara Cirebon) yang sedang lego di Perairan Marunda. Polisi menyebutkan pengangkatan BMKT tersebut melawan Undang-undang tentang Cagar Budaya dan Bersejarah. Undang-undang Nomor 5 / 1992 itu menyebutkan, yang berhak memberi izin pengangkatan benda bersejarah adalah Menteri Kebudayaan dan bukan Menteri Kelautan. Perizinan para tersangka dalam pengangkatan BMKT dinilai ilegal (Pamuji, dkk, 2006).

Tuduhan tersebut ditolak Aji Sularso, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi DKP. Menurut dia, dasar hukum yang dipakai ialah Keputusan Presiden ( Keppres ) Nomor 107 Tahun 2000 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam. Dalam Keppres tersebut dinyatakan Menteri Kelautan menjadi ketua panitia (Pamuji, dkk, 2006).

Perbedaan pendapat ini berdampak kepada turunnya nilai ekonomis barang yang akan dilelang. Karena jika sudah terkena kasus pencurian atau permasalahan hukum BMKT akan anjlok harganya di pasaran ( Situs DKP Bulan Maret 2006).

Sultan Kanoman XII Sultan Raja Muhammad Emiruddin memprotes Departemen Kelautan dan Perikanan dan PT Paradigma Putra Sejahtera yang mengambil harta karun di 60 mil dari pantai utara Cirebon. Karena menurut Sultan wilayah tersebut masih merupakan bagian dari perairan Kabupaten Cirebon, sehingga pemerintah daerah Cirebon harus dilibatkan (Situs Tempo, Hari Kamis Tanggal 25 November 2004).

PT. Paradigma Putera Sejahtera mengantongi izin pengangkatan yang ditandatangani Menteri kelautan dan perikanan (waktu itu dijabat Rokhmin Dahuri) pada tanggal 19 Februari 2004. Namun beberapa bulan kemudian muncul isu bahwa proses perizinan survei dan pengangkatan oleh PT. Paradigma Putera Sejahtera dilakukan secara curang. Kemudian PT. Paradigma Putera Sejahtera juga diduga telah mempekerjakan tenaga asing tanpa dokumen yang sah (Gatra, Nomor 28 Tahun XI tanggal 28 Mei 2005 : 48-49).

Menindaklanjuti Keppres Nomor 107 Tahun 2000, DKP mengeluarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 03 tahun 2000 tanggal 11 September 2000 tentang rincian susunan panitia nasional pengangkatan dan pemanfaatan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam. Serta keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan selaku ketua panitia nasional pengangkatan dan pemanfaatan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam nomor 39 tahun 2000 tentang ketentuan teknis perizinan survei dan perizinan pengangkatan benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam ( Situs DKP bulan Maret 2006).

Pasca berlakunya Keppres Nomor 107 Tahun 2000 ditemukan ada beberapa perusahaan yang mengundurkan diri setelah melakukan survey dan melaksanakan prosedur perizinan sesuai KepMen KP Nomor 39 tahun 2000. Hal ini dikarenakan terlalu lamanya menunggu perizinan dikeluarkan (Laporan Kegiatan Pannas BMKT Tanggal 19 Juni 2002).

Karena potensi ekonomi dan budaya BMKT yang sangat tinggi disatu sisi dan masih adanya beberapa permasalahan dalam pengelolaan BMKT disisi lain, sehingga perlu adanya suatu studi mendalam tentang permasalahan kebijakan pengangkatan dan pemanfaatan BMKT di perairan Indonesia pasca diberlakukannya Keppres Nomor 107 Tahun 2000 tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam.

kc14